Rabu, 21 April 2010

Harta karun Viking Bandung dalam Islam

Temuan mata uang dirham di Swedia baru-baru ini menunjukkan hubungan Viking Age (Jaman Viking) dengan peradaban Islam
[Part 1]


Hidayatullah.com--Penemuan koin-koin perak dirham kuno di Swedia beberapa waktu yang lalu Ilustrasi bangsa Vikingtelah berhasil menggugah kesadaran kita kembali bahwa ternyata Peradaban Islam kuno telah menyebar begitu jauh dari Dunia Arab. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa Peradaban Islam (terutama melalui penggunaan dirham) telah memainkan peranan penting di kawasan Eropa dan sekitarnya. Penterjemah berusaha menelusuri tulisan-tulisan yang membahas tentang hubungan bangsa Viking dengan Dunia Islam waktu itu.

Sebagaimana diketahui, orang-orang Viking adalah suku bangsa dari Skandinavia yang berprofesi sebagai pedagang, peladang, dan paling terkenal sebagai perompak (seringkali setelah gagal berniaga) yang di antara tahun 800 dan 1050 menjarah, menduduki dan berdagang sepanjang pesisir, sungai dan pulau di Eropa dan pesisir timur laut Amerika Utara, serta bagian timur Eropa sampai ke Rusia dan Konstantinopel. Mereka menyebut diri mereka sebagai Norsemen (orang-orang Utara), sedangkan sumber-sumber utama Russia dan Bizantium menyebut mereka dengan nama Varangian. Sampai sekarang orang Skandinavia moderen masih merujuk diri mereka sebagai nordbor (penduduk utara).

Dinar dari Jaman vikingDirham adalah mata uang yang digunakan di negara-negara Arab, yang tadinya merupakan ukuran berat (dalam istilah kerajaan Ottoman disebut dram). Berdasarkan sejarah, kata "dirham" berasal dari nama sebutan koin Yunani, Drachma; Kerajaan Byzantium mengawasi daerah Timur dan perdagangan dengan Arabia, perputaran koin di sana pada masa pra-Islam dan sesudahnya. Nama mata uang inilah yang pada awalnya diadopsi menjadi suatu kata Arab; kemudian mendekati akhir abad ke VII koin tersebut menjadi mata uang Islam yang melambangkan nama kedaulatan dan sebuah ayat religius. Dirham dicetak di banyak negara sekitar Laut Tengah, termasuk Spanyol, dan kemungkinan digunakan sebagai mata uang di Eropa antara abad ke 10 dan 12.

Viking Age (Jaman Viking) adalah nama periode antara tahun 793 hingga tahun 1066 AD di daerah Scandinavia dan Inggris, yang diikuti dengan the Germanic Iron Age (Jaman Besi Jerman) dan the Vendel Age (Jaman Vendel) di Swedia. Selama periode ini, orang-orang Viking, pedagang-pedagang dan para prajurit Scandinavia, menyerbu dan mengeksplorasi seluruh bagian Eropa, Asia Baratdaya, Afrika utara dan Amerika Utara bagian timurlaut. Kali ini, redaksi www.hidayatullah.com menurunkan hubungan Viking dan Peradaban Islam tulisan Judith Gabriel berjudul asli ”Among The Norse Tibes The Remakable Account of Ibn Fadlan” (Diantara Sukubangsa-sukubangsa Norse-Catatan Menakjubkan Ibn Fadlan) dan diterjemahkan secara baik oleh oleh Basuki Effendi. Tulisan diturunkan secara berseri. []

0O0

Lebih dari satu millennium yang lalu, sebagaimana armada-armada perompak-perompak Viking yang menyebarkan ketakutan di jantung pantai dan para penghuni tepian sungai sepanjang Eropa barat, orang-orang Utara (Norsemen, yaitu sebutan untuk orang Skandinavia, Norwegia, atau daerah Utara kuno) lainnya yang cenderung berdagang sedang membuat jalan ke timur dengan cara mereka. Dengan daya tahan dan keberanian yang besar, serta membawa pakaian dari bulu binatang mewah dan batu-batu amber yang memikat, mereka menembus stepa-stepa luas dari daerah-daerah yang pada hari ini disebut Ukraina, Belarus dan Rusia serta memasuki Asia Tengah. Di sana mereka berjumpa dengan pedagang-pedagang Muslim yang membayar barang-barang orang Norse dengan matauang-matauang perak, di mana orang Viking sendiri tidak membuatnya, dan mereka iri serta mendambakannya.

Rute-rute mereka bermacam-macam, dan pada abad-abad kesembilan dan kesepuluh, suatu jaringan perdagangan reguler akhirnya berkembang. Beberapa orang Utara menempuh perjalanan melalui darat dan sungai, sedangkan yang lain berlayar mengarungi Laut Hitam dan Laut Kaspia, bergabung dengan kafilah-kafilah dan mengendarai onta sejauh Baghdad, yang berada dibawah pemerintahan dinasti Abbasia dan didiami oleh hampir satu juta jiwa. Di sana, pedagang-pedagang Skandinavia menemukan suatu emporium atau pusat perniagaan yang berada di luar mimpi-mimpi paling liar mereka, karena fjord yang melingkari tanah air mereka hanya memenyaksikan kemunculan beberapa kota yang bersifat elementer.

Bagi orang-orang Arab Baghdad, kehadiran orang-orang Utara ini mungkin bukan merupakan suatu kejutan, karena orang-orang Arab tersebut sudah terbiasa bertemu dengan orang-orang dari peradaban dan kultur-kultur yang berbeda. Mereka juga merupakan peneliti-peneliti yang terpelajar dan tekun. Sejarawan-sejarawan Abbasiyyah dan duta-duta kalifah menuliskan catatan-catatan saksi mata para penjelajah Scandinavia ini, dan meninggalkan suatu warisan historis yang menyinarkan cahaya baru baik untuk sejarah Viking maupun sejarah awal Islam yang sedikit diketahui.

Dari saat penyerbuan Viking ke Inggris pertama kali di akhir abad ke delapan, epos 300 tahun berikutnya dikenal sebagai Jaman Viking dimana ditemukan orang-orang Scandinavia berspekulasi dengan mengarungi daerah-daerah tak dikenal lebih jauh dibanding orang-orang Eropa yang lain. Mereka menjajah hampir seluruh Lautan Atlantik Utara, kemudian mendirikan tempat tinggal sementara di Amerika Utara pada sekitar millennium berikutnya. Mereka adalah sebagian besar orang-orang Viking dari Norwegia dan Denmark yang membuat perjalanan-perjalanan ke Barat ini, tetapi gelombang dari orang-orang "Viking Timur," adalah merupakan sebagian besar Orang Swedia bagian Tenggara yang dipimpin untuk membuat pusat-pusat perdagangan di Kiev dan Novgorod, dimana para elite mereka menjadi para penguasa dan para pangeran. Di tanah-tanah inilah mereka diamati oleh beberapa sejarawan-sejarawan Muslim.

Para penulis Arab menyebut pedagang-pedagang yang jangkung dan berambut putih itu sebagai orang-orang "Viking," tetapi dengan ethnonym Rus (dilafalkan "Roos"). Asal muasal istilah ini tidak jelas, dan meskipun beberapa klaim mengatakan bahwa istilah itu berasal dari sebutan atau nama Finnic Barat untuk orang-orang Swedia, Ruotsi, kemungkinannya kecil sekali. Namun secara konsisten, para penulis Byzantium dan Arab menunjuk para penetap dan pedagang-pedagang swedia, seperti juga populasi lokal di tempat dimana mereka menetap dan saling menikah, sebagai Rus, dan sebutan ini merupakan asal nama modern dari Rusia.

Nama tersebut hanya diterapkan di dunia Timur. Di Perancis dan Sicily, orang-orang Viking dikenal sebagai orang-orang Norman. Suatu pasukan pilihan yang menjaga kaisar-kaisar Byzantium, terdiri atas orang-orang Scandinavia Timur, yang dikenal sebagai orang-orang Varangian, dimana istilah tersebut tidak digunakan secara meluas diluar daerah itu. Di al-Andalus, atau Spanyol Islam, mereka dikenal sebagai al-majus, atau "fire-worshippers" (para pemuja api), satu istilah pejoratif menyangkut ritus penyembahan berhala mereka.

Selain orang-orang Scandinavia sendiri, hanya orang-orang Inggris yang menyebut perampok-perampok tersebut "Viking," dan kata ini boleh jadi datang dari vik; atau teluk, dan Viken, sebagaimana Fjord Oslo disebut, dari mana kapal-kapal Viking pertama kali muncul. Otoritas-otoritas lainnya tetap berpendapat bahwa nama tersebut datang dari istilah Norse Tua i viking, yang sama artinya dengan "menyerang," seperti pada "mereka menyerang sepanjang pantai Lautan Atlantik." Tetapi "Viking" tidak merupakan satu istilah yang meliputi seluruh masyarakat di daerah tersebut sampai menjadi populer karena penggunaan istilah yang salah oleh dunia modern.

"Kita dapat mengacu pada masyarakat Jaman Viking, tetapi tidak semua orang Scandinavia adalah orang Viking," kata Jesse Byock, seorang profesor literatur Norse Tua di Universitas California di Los Angeles. "Mereka sendiri menggunakan istilah tersebut untuk mengacu pada perompak-perompak dari daerah, tetapi hal itu pasti tidak menerangkan petani-petani lokal yang kembali ke daratan."

Di Eropa Barat, catatan-catatan jurnal tentang penyerbuan-penyerbuan Viking sering ditulis oleh para imam dan biarawan-biarawan yang berminat melukiskannya di dalam warna-warna yang paling gelap, kebanyakan malah dengan warna-warna liar. Tetapi di Timur, ceriRute Vikingtanya berbeda. Di sana orang-orang Rus terutama merupakan para penjelajah, para penjajah dan para pedagang, dan walaupun mereka dipersenjatai dengan baik, catatan-catatan Muslim menguraikan mereka sebagai tentara-tentara pedagang yang bisnis utamanya adalah berdagang. Orang-orang Rus memburu uang-uang dirham dinasti Abbasiyah yang melimpah di daerah, dan walaupun kadang-kadang di daerah-daerah yang lebih jauh mereka memperolehnya dengan cara memeras upeti, mereka sebagian besar berdagang dengan orang-orang Muslim yang berspekulasi menjelajah ke Utara dan Barat untuk menemukan peluang berdagang.

Pada kenyataannya yang kita ketahui tentang bangsa Rus, yaitu orang Norsemen di Timur ini sedikit sekali, kebalikannya dengan para sejarawan Muslim. Ibn Fadlan dari abad ke sepuluh, dimana bukunya Risala (Surat) merupakan catatan yang paling kaya tentang bangsa Rus di antara yang lainnya, menjaga bukunya yang mencatat secara detil pertemuan-pertemuannya dengan orang-orang Rus di sepanjang sungai Volga, sebaik banyak sejarawan Muslim lainnya. Beberapa dekade kemudian, al-Tartushi, seorang pedagang dari Cordoba, menguraikan tentang suatu kota pasar orang Danish (Denmark) yang jarang sekali dijelaskan, dan cerita itu sampai kepada kita dalam sebuah pandangan sekilas tentang orang-orang Norse di dalam suasana lingkungan domestik mereka sendiri. Catatan-catatan lainnya, seperti Meadows of Gold (Padang rumput Emas)nya al-Mas'udi, yang ditulis di tahun 943, dan The Best Organization of Knowledge of the Regions (Organisasi Terbaik tentang Pengetahuan Daerah-daerah)nya al-Mukaddasi, yang ditulis setelah tahun 985, yang lebih ringkas dalam penjelasan-penjelasannya tentang bangsa Rus, tetapi secara bersama-sama mereka semua menjadi pelopor-pelopor di dalam apa yang kemudian tumbuh menjadi bidang ilmu pengetahuan geografi Islam, sebuah tanggapan terhadap rasa haus akan pengetahuan tentang keluasan Kerajaan Islam dan daerah-daerah di luarnya.

Tidak seperti orang-orang Eropa, penulis kronik Arab tidak memendam rasa dendam terhadap bangsa Rus, sehingga dengan demikian laporan-laporan Arab lebih objektif, tidak memihak dan, dalam pandangan para sarjana modern saat ini, lebih terpercaya. Kebanyakan para ahli mengakui bahwa orang-orang Viking adalah, secara umum, korban-korban dari suatu "pemberitaan yang tidak baik" abad Pertengahan karena operasi-operasi militer Charlemagne dan orang Eropa lainnya saat itu yang sebenarnya tidak lebih bengis dibandingkan mereka sendiri. Sayangnya orang-orang Norse hanya mempunyai sebuah alfabet runic, yang hanya cocok untuk sekedar menggores batu-batu nisan dan penanda tempat-tempat, dan alfabet tersebut sulit untuk diatur guna mencatat keperluan mereka sendiri. Hikayat-hikayat lisan mereka tentang para pahlawan dan dewa-dewa belum dituliskan sampai abad keduabelas.

Kebanyakan catatan-catatan orang Muslim telah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Eropa lebih dari dua abad yang lalu, dan catatan-catatan tersebut terbukti amat berharga dalam menginterpretasikan bukti arkeologis yang secara berkesinambungan saling bermunculan. Ratusan makam-makam dan timbunan-timbunan harta karun dari jaman Viking timbul kembali, dan berisi koin-koin dirham Arab yang tetap bersinar, "koin yang membantu menghidupkan Jaman Viking," menurut Thomas S. Noonan dari Universitas Minnesota. Noonan adalah salah satu ahli-ahli terkemuka dunia mengenai pertalian persaudaraan masyarakat Scandinavia Abad Pertengahan dengan dunia Muslim, dan seorang spesialis dalam sejarah numismatic Viking.

Koin-koin tersebut sebagian besar berupa dirham yang memikat orang-orang Scandinavia Timur pertama kali, kata Noonan. Perak telah menjadi alat pembayaran yang mereka sukai, tetapi dengan tidak adanya sumber-sumber logam-mulia di hutan-hutan Utara, mereka pergi mencarinya kemana-mana. Para pedagang Arab telah memulai perputaran mata-uang mata-uang perak di daerah Volga di akhir abad kedelapan, dan pedagang-pedagang Scandinavia, dengan tujuan untuk menemukan sumber uang tersebut, mengatur suatu jalan menyeberangi Laut Baltic dengan perahu-perahu panjang mereka.

Di Rusia, mereka menantang jalur-jalur sungai yang belum dipetakan, menjelajah dari satu anak-sungai ke anak-sungai yang lain, mengarungi sungai yang deras, menjaga diri dari pengembara-pengembara yang bermusuhan sampai mereka mencapai pusat-pusat perdagangan Timur yang pertama, yaitu daerah orang-orang Khazar Turkic. Orang-orang Khazar telah menjadi kekuatan dominan di stepa Pegunungan Caucasia pada pertengahan abad ketujuh, dan mereka memainkan peranan utama dalam perdagangan antara daerah tersebut dengan dunia Islam selama 300 tahun berikutnya. Di sini, di dalam jaringan pusat-pusat perdagangan sepanjang sungai-sungai perkasa, orang Swedia telah melakukan perdagangan aktif dengan orang-orang Arab, Persia dan Yunani. Dari sana, sebagian orang-orang Scandinavia tersebut berlayar menuju Laut Hitam, ke daerah-daerah yang mereka sebut "Sarkland," satu nama yang boleh jadi merujuk pada negeri-negeri orang-orang Saracen (Muslim) (saat ini bernama Azerbaijan dan Iran Barat laut); bagi orang-orang Khazar nama itu merujuk pada benteng Sarkel, yang terletak pada muara sungai Don di Pantai Laut Hitam; atau serk, istilah Norse untuk menyebut sutera, yang luas diperdagangkan di daerah tersebut pada saat itu.

Referensi paling awal yang ditulis oleh para penulis Muslim mengenai penjelajahan orang-orang Norse ini dibuat pada permulaan abad kesembilan oleh Ibn Khurradadhbih, seorang Khurasani yang memimpin dinas Pos dan Intelijen Khalifah al-Mu'tamid. Di tahun 844 ia menulis tentang perjalanan-perjalanan saqalibah - istilah yang secara umum digunakan untuk menyebut orang-orang berambut pirang dan berkulit kasar Eropa. Mereka datang dengan perahu-perahu mereka, tulisnya, "dengan membawa kulit-kulit berang-berang, kulit-kulit rubah hitam, dan pedang-pedang, dari tanah-tanah orang Slavia yang paling jauh menuju ke Laut Hitam." Para pedagang Rus, ia menulis, mengangkut barang-barang mereka dengan unta dari Jurjan, sebuah kota di ujung Tenggara Laut Caspia, ke Baghdad, di mana para pelayan saqalibah, yang telah belajar Bahasa Arab, bertindak sebagai penterjemah-penterjemah. [bersambung/www.hidayatullah.com]


Temuan mata uang dirham di Swedia baru-baru ini menunjukkan hubungan Viking Age (Jaman Viking) dengan peradaban Islam
[Part 2]

Baghdad, yang kemudian merupakan suatu kota melingkar dengan diameter sekitar 19 kilometer Ilustrasi Bangsa Viking(12 mi), dihiasi secara mewah dengan taman-taman, istana-istana pualam, kebun-kebun, trotoar-trotoar dan mesjid-mesjid yang dibangun dengan sempurna. Pedagang dari teluk Arab, ahli ilmu bumi dan encyclopedist Yakut al-Rumi menguraikan bagaimana kedua sisi sungai berhadapan dengan istana-istana, kios-kios, taman-taman dan kebun-kebun milik orang-orang terkenal, dengan undak-undakan pualam yang turun menuju ke tepi air, dimana ribuan gondola yang dihias dengan bendera-bendera kecil berlayar.

Hal ini amat jauh berbeda dengan perkampungan-perkampungan seadanya yang dihuni oleh bangsa Rus. Ahli geografi dan astronomi Ibn Rustah, yang menulis diantara tahun 903 dan 913, mencatat bahwa "mereka tidak mempunyai desa-desa, tidak ada bidang-bidang tanah yang ditanami." Ibn Rustah menguraikan bahwa orang Rus bagaikan pedang-pedang olahraga yang sempurna, dengan mengenakan celana-celana longgar yang ketat di bawah lutut - satu gaya yang mencerminkan pengaruh Ketimuran dalam gaya berpakaian mereka. Dalam penilaiannya, mereka adalah orang-orang gagah berani yang menampilkan kesetiaan yang besar antara satu dan lainnya. Tetapi ketertarikan utama mereka di daerah tersebut bersifat perolehan: "Pekerjaan mereka hanya berdagang kulit bulu musang kecil, tupai dan barang-barang kulit lainnya, yang mereka jual kepada orang-orang yang akan membelinya dari mereka," tulisnya. "Pada saat pembayaran, mereka mengambil koin-koin yang mereka simpan di sabuk-sabuk mereka."

Orang-orang Viking hanya menaruh sedikit perhatian pada nilai nominal koin-koin; agaknya mereka menggunakan suatu sistem timbangan Arab untuk mengukur perak pada daun alat timbangan jinjing. Bila pengukuran itu sesuai dengan kehendak mereka, koin-koin akan dipotong menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, lalu mencairkannya ke dalam ingot/batang-batang logam atau dikemas menjadi cincin-cincin untuk transaksi-transaksi "pemotongan perak" berikutnya. Jumlah perak Islam yang mencapai daerah tersebut meningkat secara dramatis di dalam abad kesepuluh, ketika deposit-deposit perak yang luas ditemukan di Hindu Kush. Hal ini memungkinkan dinasti Samanid yang berbasis di Khurasan untuk mencetak sejumlah besar koin dan menjadi, sebagaimana bukti-bukti numismatic menunjukkan, penyalur utama dirham.

Orang-orang Arab, sebagai bagian mereka, bersiap-siap memperoleh mantel-mantel dan kopiah-kopiah yang dibuat dari kulit rubah hitam, yang menurut al-Mas'udi merupakan yang paling berharga dari semua pakaian dari bulu binatang. al-Mukaddasi juga mencatat bahwa dari bangsa Rus orang bisa memperoleh pakaian dari bulu binatang yang terbuat dari kulit bulu musang kecil, tupai Siberia, ermine (sejenis cerpelai), musang, weasel (semacam musang), cerpelai, rubah dan kelinci yang diwarnai.

Barang-barang lain yang diperdagangkan orang Rus, sebagaimana diinventarisir oleh beberapa pengamat Muslim, termasuk lilin dan kulit kayu pohon birch, gigi ikan, madu, kulit-kulit kambing dan kuda, burung falcon, biji pohon ek, buah hazelnut, ternak, pedang-pedang dan baju baja. Batu amber, emas kemerah-merahan yang terbentuk dari damar pohon yang sudah memfossil dan bisa ditemukan di sepanjang garis pantai Baltic, sangat dihargai di Timur dan menjadi suatu barang utama perdagangan Scandinavia. Yang juga berharga di Timur adalah para budak yang ditangkap oleh orang-orang Rus dari antara orang-orang Eropa Timur: orang-orang Slavia, darimana Bahasa Inggris memperoleh kata slave (budak). Menurut catatan ahli geografi yang sering mengadakan perjalanan Ibn Hawkal, ditulis pada tahun 977, bangsa Rus menjalankan perdagangan budak yang berkembang "dari Spanyol ke Mesir."

Tetapi catatan saksi mata paling penting mengenai bangsa Rus adalah catatan Ahmed ibn Fadlan, seorang penulis yang tidak begitu dikenal, tetapi buku Risalanya telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Segmen-segmen kuncinya tentang bangsa Rus yang bersifat universal dikutip di dalam buku-buku modern tentang Viking. Catatan itulah yang mengilhami novel Eaters of the Dead di tahun 1976 karya penulis Michael Crichton, yang merupakan basis film The Thirteenth Warrior (Prajurit Ketigabelas) tahun 1999 oleh Touchstone/Disney.

"Ibn Fadlan adalah yang unik dari semua sumber yang ada," kata Noonan. Ia ada di sana, dan anda dapat melacak alur perjalanan yang sesungguhnya. Ia menguraikan bagaimana kafilah-kafilah menempuh perjalanan, bagaimana mereka menyeberangi sebuah sungai. Ia menceritakan kepada anda tentang binatang dan tumbuh-tumbuhan di sepanjang perjalanan. Ia menunjukkan kepada kita bagaimana fungsi dan jalannya perdagangan. Tidak ada catatan apapun yang serupa dengannya.”

Ibn Fadlan adalah seorang faqih, seorang ahli dalam jurisprudensi Islam, seseorang yang bertindak sebagai sekretaris dalam sebuah delegasi yang dikirim oleh Kalifah al-Muqtadir di tahun 921 kepada raja Bulgar, yang telah meminta bantuan untuk membangun sebuah benteng dan sebuah mesjid, seperti instruksi pribadi dalam pengajaran Islam. Orang-orang Bulgar adalah suatu cabang orang-orang Khazar yang terpecah di abad ketujuh dan berbahasa Turki. Satu kelompok bermigrasi ke Barat, yang berasimilasi dengan orang-orang Slavia dan menemukan apa yang nantinya menjadi Bulgaria modern, di Barat Laut Hitam; yang lainnya memutar ke Utara menuju daerah Volga tengah, di mana mereka tetap tinggal di bawah hukum Khazars, yang mendominasi daerah Caucasus Utara dan Caspia, yang menandai batas-batas utara kekuasaan Abbasiyah. Dalam mencari bantuan dari Baghdad, sebenarnya raja Bulgar sedang mencari persekutuan untuk melawan Khazar.

Untuk menghindari negeri orang-orang Khazar, delegasi kalifah mengambil rute yang lebih panjang dan memutar menuju ibukota Bulghar, lewat sebelah Timur Laut Caspia. Sekali di sana, Ibn Fadlan yang memberi instruksi religius bagi raja Bulgar, sangat terkesan ketika raja memberinya kunya, atau nama julukan, "al-Siddiq," "yang jujur" - kunya yang sama seperti yang diperoleh oleh Abu Bakr, kalifah pertama Islam.

Jumlah keseluruhan jarak yang ditempuh delegasi tersebut sekitar 4000 kilometer (2500 mi). Dalam bukunya Risala, Ibn Fadlan banyak menguraikan orang-orang yang ia temui, dan dengan perkiraan kasar satu diantara lima dari catatannya diabdikan untuk orang Rus.

"Aku belum pernah melihat contoh-contoh phisik yang lebih sempurna, jangkung bagaikan pohon kurma, berambut pirang dan wajah sehat kemerahan," ia menulis. "Masing-masing orang mempunyai sebuah kampak, sebilah pedang, dan sebilah pisau yang dibawa mereka terus menerus." Orang-orang ini, kata Ibn Fadlan, ditato dengan figur-figur hijau gelap "dari kuku jari tangan sampai leher."

Seni perhiasan dan perhiasan jasmani (bodily ornamentation) Viking berkembang dengan baik, dan Ibn Fadlan menguraikan juga bahwa wanita-wanita bangsa Rus memakai kalung-kalung emas dan perak, "masing-masing berharga 10,000 dirham yang bagi suaminya hal itu sepadan; beberapa wanita mempunyai banyak perhiasan. Mereka paling menghargai perhiasan manik-manik kaca hijau dari tanah liat, yang ditemukan di kapal-kapal. Mereka berdagang manik-manik diantara mereka sendiri dan membayar satu dirham untuk sebuah manik-manik. Mereka menyambung manik-manik tersebut menjadi kalung-kalung...." Mereka juga mengenakan festun-festun dari manik-manik yang diwarnai, bros-bros oval besar yang teruntai dari benda-benda semacam pisau-pisau, sisir-sisir dan kunci-kunci, dimana Ibn Fadlan menguraikannya sebagai "kotak-kotak dada (breastbox) yang terbuat dari emas, perak dan kayu."

Bagaimanapun juga ia mempunyai pendapat yang tajam tentang kesehatan orang Rus: "Mereka adalah makhluk-makhluk Tuhan yang paling dekil," jelasnya, dan walaupun ia mengetahui bahwa mereka mencuci tangan-tangan mereka, kepala-kepala dan wajah-wajahnya setiap hari, ia dikejutkan ketika mereka melakukan "di dalam pertunjukan paling dekil dan paling kotor yang mungkin" dengan menggunakan sebuah bak air komunal, sebuah adat Jerman kuno yang menyebabkan reaksi mendadak yang dapat dimengerti pada seorang Muslim yang secara khas melakukan upacara pembersihan hanya pada air yang dituangkan atau air yang mengalir. (Di tahun yang sama, Ibn Rustah, bagaimanapun juga telah memuji orang Rus yang ia amati sebagai telah "bersih di dalam berpakaian dan ramah kepada para budak mereka.")

Kontak mereka dengan Islam membuat sebagian orang diantara bangsa Rus memeluk agama Islam, meskipun demikian Ibn Fadlan dengan cerdik mencatat bahwa kebiasaan-kebiasaan kuno masih mempengaruhi mereka:

"Mereka sangat menggemari daging babi dan banyak di antara mereka yang sudah dianggap sebagai bagian dari Islam merasa sangat kehilangan karena pelarangan akan daging babi itu." Orang Rus juga menikmati nabith, suatu minuman fermentasi dimana Ibn Fadlan sering menyebutnya sebagai bagian dari makanan sehari-hari mereka.

Namun kebanyakan orang Rus tetap menyelami praktek-praktek religius mereka sendiri, yang mencakup pengorbanan-pengorbanan. Ibn Rustah menyebutkan suatu kependetaan profesional dari dukun sihir Rus, (ia sebut attibah) yang menikmati status sangat tinggi, dan yang mempunyai kekuasaan untuk memilih sebagai korban bagi para dewa mereka orang-orang yang mana saja, wanita-wanita atau lembu yang mereka inginkan.

Menyaksikan sekelompok pedagang Rus yang merayakan akhir yang aman sebuah perjalanan mengarungi sungai Volga di tahun 922, Ibn Fadlan menguraikan bagaimana mereka berdoa kepada para dewa mereka dan menampilkan korban-korban figur-figur kayu yang dipancangkan di tanah, dan mereka memohon kepada para dewa untuk mengirimkan para pedagang dengan mata uang perak melimpah untuk membeli barang-barang yang dapat mereka jual.

Ia juga menyaksikan, di sungai Volga, sebuah pemakaman dramatis seorang kepala suku yang dikremasi dengan membakar mayat beserta kapalnya. Deskripsinya yang sering kali dikutip tentang upacara ini adalah salah satu dokumen yang paling luar biasa di Jaman Viking, mengisinya dengan detil tentang suramnya kematian sang pemimpin yang dipersiapkan di dalam perahunya di antara perbendaharaan barang-barang mahal, makanan-makanan mewah dan minuman kuat, seperti juga seekor anjing, kuda-kuda, lembu-lembu jantan, dan unggas, yang disertai tubuh seorang gadis budak yang dengan sukarela berkorban sebagai penghormatan dan dibakar bersama tuannya.

Selain itu, Ibn Fadlan mengetahui rahasia peristiwa mabuk-mabukan dan perilaku kotor yang tentu saja mengejutkan untuk seorang sarjana saleh dan terpelajar dari Baghdad. Tetapi ia bukanlah orang yang akan memperbincangkan benar-salahnya peristiwa tersebut: setelah membuat catatan peristiwa itu, ia beralih pada catatan naratifnya tanpa sikap merendahkan orang-orang Viking.

Para penulis Islam lainnya menemukan beberapa ciri bangsa Rus yang ciri patut dipuji, terutama sekali keberanian mereka di dalam pertempuran. Ahli filsafat dan sejarawan Miskawayh menguraikan mereka sebagai orang-orang dengan "badan dan keberanian besar" yang membawa sekelompok senjata yang mengesankan, termasuk pedang-pedang, tombak-tombak, perisai-perisai, golok-golok, kapak-kapak dan palu-palu. Ia mencatat bahwa lunglainya mereka "adalah disebabkan oleh kebutuhan mereka yang besar terhadap ketajaman dan keunggulan mereka."

Selagi hubungan umum bangsa Rus dengan Baghdad, Khazaria dan negeri-negeri Muslim lainnya menjadi sebuah perdagangan yang damai, hal ini tidaklah selalu demikian. Sepanjang pantai-pantai Laut Caspia, suku-suku bangsa Rus mengarahkan senjata-senjata berharga mereka melawan orang-orang Muslim dua kali di abad ke X, sekali ketika menyerang Abaskun di Caspia Timur di tahun 910, dan kemudian menembus daerah minyak di sekitar Baku pada tahun 912, mengambil banyak harta rampasan dan membunuh ribuan orang. Dari kampanye belakangan ini, al-Mas'udi menulis bahwa ketika masyarakat Khazar mendengar peristiwa tersebut, sekitar 150,000 orang dari mereka dihubungi oleh para orang Kristen dari kota Itil, dan kekuatan gabungan ini berbaris menuju Volga, dimana armada bangsa Rus telah kembali, dan membantainya. Sedikit orang Rus yang lari diselesaikan oleh orang-orang Bulghar dan lainnya.

Ibn Hawkal menceritakan bagaimana di tahun 943 armada besar bangsa Rus lainnya mencapai kota perdagangan makmur Bardha'a di pantai selatan Caspia, dimana bangsa Rus membantai 5.000 orang penduduk. Tetapi pendudukan mereka atas kota tersebut berantakan dalam beberapa bulan, sepertinya merupakan hasil dari suatu wabah disentri di antara mereka yang disebabkan oleh sebuah "piala kematian", rahasia yang ditawarkan kepada mereka oleh wanita-wanita kota.

Selain Ibn Fadlan, hanya sedikit jika ada orang-orang Muslim dari Timur Tengah atau Asia Tengah yang melakukan perjalanan ke tanah tumpah-darah orang-orang Norse yang jauh. Bagaimanapun juga, orang-orang Muslim di al-Andalus, di Selatan dua pertiga Semenanjung Iberia, dapat bepergian ke Scandinavia relatif lebih mudah melalui laut, dan beberapa nampaknya sudah melaksanakannya, mungkin untuk berdagang. Pada pertengahan abad ke X, seorang pedagang Cordoba bernama al-Tartushi mengunjungi kota pasar orang Denmark Hedeby. Ia tidak terlalu terkesan; sama sekali tidak, karena walaupun dengan area seluas 24 hektar (60 akre), Hedeby menjadi kota Scandinavia terbesar waktu itu, al-Tartushi menemukannya jauh berbeda tentang kerapian, organisasi dan kenyamanan dibanding Córdoba. Hedeby teramat dekil dan ribut, tulisnya, dengan para penghuni penyembah berhala yang menggantung binatang korban pada galah-galah di depan rumah mereka. Masyarakat Hedeby mendapatkan nafkah tertama dari ikan, "terdapat banyak sekali ikan." Ia mencatat bahwa wanita-wanita Norse menikmati hak untuk bercerai. "Mereka berpisah dengan para suaminya kapan saja mereka suka." Para laki-laki dan perempuan sepertinya, catatnya, memakai make-up tiruan pada mata; dimana bila mereka memakainya kecantikan mereka tidak pudar, tetapi malah makin bertambah."

Tetapi kontak sedemikian itu tidaklah cukup untuk menjembatani gap-gap budaya yang luas. Ahli hukum Toledo Sa'id memberi alasan bahwa para penyembah berhala Norse amat dipengaruhi oleh lingkungan asal mereka yang dingin: "Karena matahari tidak menumpahkan sinar-sinarnya secara langsung di atas kepala-kepala mereka, iklim mereka menjadi dingin dan atmosfirnya berawan. Sebagai konsekwensinya perangai-perangai mereka menjadi dingin dan lelucon-lelucon mereka tidak sopan, selagi tubuh-tubuh mereka bertumbuh besar, kulit-kulit mereka terang dan rambut mereka memanjang." [bersambung/www.hidayatullah.com]


Temuan mata uang dirham di Swedia baru-baru ini menunjukkan hubungan Viking Age (Jaman Viking) dengan peradaban Islam
[Part 3]

Dari tahun-tahun permulaan Jaman Viking, orang-orang Arab dari al-Andalus menunjuk pada orang-orang Skandinavia yang mereka temui sebagai al-majus, sebuah kata yang berarti "penyembah api" dan pada umumnya diarahkan pada orang Zoroastrian. Dua kelompok masyarakat ini menyatu kedalam istilah yang sama akibat sebagian sarjana modern yang berspekulasi pada kontak-kontak awal antara para pedagang Norse dan orang-orang Zoroastrian di Persia dan Mesopotamia.

Andalusia tidak terhindar dari serangan-serangan Viking dimana Eropa yang tenang telah berpengalaman. Sejarawan Ahmad al-Ya'qubi, menulis pada tahun 843-844, menceritakan serangan pada Ishbiliyya (Seville) oleh "orang-orang majus yang disebut Rus." Ibn Qutiya, seorang sejarawan Cordoba di abad ke sepuluh, menulis bahwa penyerang-penyerang tersebut kemungkinan adalah para perompak Denmark yang telah berlayar di atas sungai Guadalquivir. Mereka diusir oleh angkatan perang Andalusia, yang menggunakan katapel-katapel untuk melemparkan bola-bola peluru menyala dari naptha yang menenggelamkan 30 kapal. Amir 'Abd al-Rahman II kemudian mengatur suatu gencatan senjata. Tahun berikutnya, legenda itupun terjadilah; ia mengutus sebagai duta kepada raja al-majus seorang penyair tampan, Yahya ibn Hakam al-Bakri, yang dikenal sebagai al-Ghazal ("the gazelle", "rusa") untuk menyemarakkan penampilannya dan sajaknya, yang membawa hadiah bagi raja dan isterinya, Queen Noud. Perjalanannya menurut dugaan membawa al-Ghazal sampai ke Irlandia atau Denmark, di mana ia menulis bahwa sang ratu "menahan matahari kecantikan dari kegelapan. Dia hidup di tanah Tuhan yang paling jauh, di mana orang-orang yang menjelajah ke sana tidak menemukan jalan samasekali." Pada kenyataannya, misi al-Ghazali tidak hanya ke masyarakat Norse sepenuhnya, tetapi juga ke penguasa Byzantine, dan bertahannya legenda tersebut hingga hari ini mengindikasikan seberapa besar bayang-bayang bangsa Viking pada imajinasi populer sang waktu.

Meskipun gencatan senjata, orang-orang Danes kembali menyerang Spanyol di tahun 859 di bawah perintah dari Hastein dan Bjorn Ironsides,, dua di antara para pemimpin Viking yang paling terkenal. Tetapi 62 buah kapal ular-naga mereka bukanlah tandingan angkatan perang Umayyah. Setelah menempuh perjalanan panjang, orang-orang yang selamat melewati Selat Gibraltar untuk menyerang sepanjang pantai Maroko, yang membuat para peninjau Muslim lainnya mencatat "Orang-orang al Majus, semoga Tuhan mengutuk mereka!, menyerbu negara-kota orang Maroko yang kecil Nakur dan merampasnya. Mereka menangkap semua penghuni kota kecuali mereka yang sempat melarikan diri." Armada perampok itu meneruskan perjalanannya menggarong selatan Italia dan Perancis, di mana mereka merampok kota Luna di pantai barat laut, yang dipercaya nantinya menjadi Roma. Beberapa sumber Arab mengatakan bahwa mereka mencapai Yunani dan bahkan Mesir. Ketika mereka kembali ke pantai Iberia dua tahun setelah serangan pertama mereka, mereka dikalahkan lagi, dan orang-orang Viking tidak pernah kembali lagi ke Mediterania.

Demikian juga yang terjadi di Timur. Jaman Viking, yang sangat bergantung pada perak Arab, tidak berhasil mengurangi arus koin-koin dirham pada akhir abad ke 10 sebagaimana negara Samanid hancur, tambang-tambang peraknya mendekati kelelahan. Noonan menunjukkan bahwa mata-uang mata-uang perak terus mengalami penurunan nilai mata uang sebagaimana waktu berjalan.

"Sebatang perak bernilai kira-kira 90 persen di tahun 1000 telah merosot menjadi sebatang perak yang bernilai sekitar lima persen pada separuh abad kemudian. Dapat dimengerti, para pedagang Rus tidak lagi menginginkan koin-koin seperti itu."

Pencarian perak bangsa Rus mundur ke Barat. Mereka yang tidak pernah hidup sepenuhnya menetap di antara populasi lokal bangsa Rusia berlayar pulang, di mana negara-negara mereka yang baru mengkristal menjadi Norwegia, Swedia, Finlandia dan Denmark hari ini.

Dinar VikingSatu millennium kemudian, para sarjana kembali kepada Ibn Fadlan, al-Tartushi, al-Mas'udi dan para penulis Arab lainnya untuk melacak persinggahan-persinggahan mereka dan mencari-cari di dalam gundukan tanah dan timbunan-timbunan penguburan dirham orang-orang Norse yang telah dibawa pulang. Menurut Noonan, sebagian dari 100,000 dirham koin-koin, kebanyakan disimpan antara tahun 900 dan 1000, telah digali hingga kini di Swedia sendiri, dan terdapat lebih dari seribu catatan timbunan-timbunan individu dari lima atau lebih banyak koin yang melewati Skandinavia, Rusia dan negara-negara Baltic. Sebagai tambahan atas catatan-catatan tersebut, koin-koin Muslim membawa detil-detil penting tentang tahun dan tempat pencetakan bagi para ahli numimastik (pengumpul medali dan coin) dan arkeologi modern. Suatu penemuan sempurna di Uppland, Sweden berisi suatu campuran dari koin-koin yang dicetak di Baghdad, Kairo, Damascus, Isfahan dan Tashkent.

Pada waktu dekat, pengetahuan ini akan secara luas tersedia. Katalog Noonan tentang semua koin dirham yang ditemukan di Skandinavia dan Eropa Barat akan diterbitkan oleh the Numismatics Institute of the University of Stockholm. Buku pertamanya pada subyek ini, sebuah kumpulan artikel yang berjudul The Islamic World, Russia and the Vikings, 750-900: The Numismatic Evidence, telah diterbitkan oleh Ashgate di tahun 1998 (ISBN 0-86078-657-9).

Demikian juga di Norwegia, bekas archeologist and numismatist dari Universitas Tehran Houshang Khazaei telah menyelesaikan satu Katalog dalam bahasa Inggris dari mata uang perak Kufic yang ditemukan di Norwegia, banyak diantaranya sekarang ini terpajang di Musium Warisan Budaya Universitas di Oslo.

"Kita mulai melihat ketertarikan baru atas subyek ini, sesuatu yang telah dilewatkan terlalu lama," kata Khazaei, yang karyanya segera diterbitkan. Barang-barang peninggalan lain dari perdagangan Viking-Arab telah ditemukan di Skandinavia juga: manik-manik dari batu kristal dan comelian, gelas Persia, sutera-sutera, perhiasan-perhiasan dan kapal-kapal. Sebagai tambahan, perdagangan dengan bangsa Arab telah meninggalkan tandanya pada bahasa-bahasa Nordic, dengan kata-kata yang asalnya sama (cognate words) seperti kaffe, arsenal (gudang senjata), kattun (cotton atau kapas), alkove, sofa (dipan), dan kalfatre (kata Arab untuk aspal, yang digunakan untuk dempul perahu). Seorang sejarawan juga menyatakan bahwa inspirasi untuk layar pada kapal-kapal Viking berasal dari perahu-perahu besar Arab (dhow) yang diamati oleh para pedagang Norse pertama di Laut Hitam.

Tetapi hutang budi terbesar bangsa-bangsa Skandinavia terhadap orang-orang Muslim berada di dalam halaman-halaman usang naskah-naskah. Di sana, suara-suara dari kesenyapan yang panjang muncul membantu sejarawan-sejarawan, ahli arkeologi dan ahli bahasa untuk memperjelas masa lalu yang banyak difitnah. Haakon Stang, pada disertasinya tahun 1996 di Universitas Oslo The Naming of Russia (Penyebutan Rusia), berterimakasih kepada bangsa Arab yang "dengan cara mereka, membuat kita mendengar, melihat dan merasakan apa yang terjadi di masa lampau, yang jika tidak demikian, maka kehilangan tersebut tidak dapat kita peroleh kembali." [habis/www.hidayatullah.com]


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More