Rabu, 28 April 2010

Mengenal Cacing Guinea



Jangankan vaksin, obat pun tak ada. Anda juga tak dapat mengembangkan kekebalan terhadap penyakit yang disebabkan parasit sangat tipis sepanjang satu meter ini.




Cacing guinea (Dracunculus medinensis) telah menyebabkan penderitaan pada manusia selama puluhan ribu tahun. Tugas terberat para pekerja kesehatan kini adalah mengubah perilaku masyarakat di tempat-tempat termiskin dan paling telantar di dunia untuk membasmi pertahanan terakhir penyakit ini hingga tuntas.


Awalnya, tahun 1995 ditetapkan sebagai tahun pengakhiran penyakit cacing guinea, namun sekarang rencana itu digeser ke tahun 2009. Seandainya batas waktu ini tak berubah, maka cacing guinea akan menjadi penyakit kedua—sesudah cacar—dan parasit manusia pertama yang dihapus dari sejarah. Carter Center, yang sejak tahun 1986 telah memimpin upaya untuk menghentikan siksaan ini, melaporkan hanya 16.000 kasus yang ditemukan dan semuanya ada di Afrika.


Larva cacing guinea hidup di dalam tubuh kutu air. Ketika manusia meminum air yang mengandung kutu air, sistem pencernaan kita membinasakannya, namun tidak mematikan larva cacingnya yang terus berkembang menjadi dewasa. Cacing jantan akan mati setelah kawin di dalam tubuh manusia, sementara betinanya terus membesar dalam waktu singkat—pertumbuhannya kira-kira mencapai lebih dari dua sentimeter tiap pekan.


Dalam waktu setahun cacing ini perlahan-lahan mengeluarkan diri dari tubuh manusia yang dihuninya dengan menjulurkan kepala terlebih dahulu di bagian bawah kaki atau lengan manusia yang menjadi korban. Proses ini menyebabkan nyeri luar biasa. Luka bekas lubang keluarnya cacing ini akan membesar sesentimeter demi sesentimeter dan begitu menyakitkan. Sering kali penderita terburu-buru mencari sumber air untuk merendam luka mereka.




Ketika cacing guinea yang masih berada di dalam tubuh manusia itu merasa dekat dengan air, ia akan melepaskan ribuan larva yang kemudian dimakan kutu air. Dan lingkaran ini terus berlanjut. Pada era 1900-an, cacing guinea ditemukan di sebagian besar wilayah Afrika dan Timur Tengah, Asia Tengah dan Selatan.

Sejalan dengan meningkatnya sarana air bersih, cacing ini menghilang di berbagai wilayah. Namun, pertengahan 1980-an masih ada sekitar 3,5 juta kasus di Asia dan Afrika. Untuk membasminya, para ahli punya cara sederhana: mengajari masyarakat cara menyaring air minum (kain katun biasa dapat dipakai sebagai penyaring) dan mencegah penderita dengan cacing yang keluar dari tubuhnya mendekati sumber-sumber air.



Hasilnya lumayan. Di Mali jumlah penderita turun dari 10.000 menjadi kurang dari 400 dalam 14 tahun. Tetapi, kemajuan seperti ini terhambat di Sudan dan Ghana yang saat ini menjadi tuan rumah 90 persen seluruh kasus di dunia. Perang saudara selama 22 tahun yang berakhir awal tahun ini menjadi penyebab tak tercapainya sasaran di Sudan Selatan.


Upaya pembasmian tertunda di Ghana akibat pecahnya perang antarsuku pada 1994. Untuk menjalankan kembali proyek ini, para petugas sukarela berkeliling dari rumah ke rumah pada tahun 2002. Hasilnya: jumlah penderita menurun 60 persen di awal tahun ini.*






Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More